Penyebaran agama Islam di Nusantara tidak lepas dari kegiatan perdagangan antarnegara yang telah terjadi sejak zaman kerajaan. Daerah Barus Tapanuli Tengah, Sumatera Utara menjadi lokasi pertama masuknya Islam di Nusantara.
Sejak saat itu, penyebaran Islam pun semakin meluas hingga tersebar ke seluruh penjuru Nusantara. Selain menciptakan budaya baru, lahirnya Islam di Nusantara juga melahirkan sejumlah tokoh-tokoh terkenal. Berikut adalah tokoh pahlawan terkenal pada masa kerajaan Islam.
1, Raden Patah.
Raden Patah adalah tokoh kerajaan Islam yang menjadi pendiri dari Kesultanan Demak, yang memerintah dari tahun 1500 hingga 1518. Pemimpin kelahiran Palembang pada 1455 itu memiliki nama asli Jin Bun. Nama Tionghoa tersebut dia dapatkan karena darah Tionghoa yang menurun dari sang ibu. raden patah menolak menjadi adipati palembang, lalu ia kabur ke pulau Jawa ditemani saudaranya, Raden Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah dan membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung, diperintah oleh brawijaya untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara. Di bawah kekuasaannya, Islam menyebar luas di daerah Jawa. Raden Patah merupakan satu sosok pahlawan yang ikut berjuang melawan penjajahan atas bangsa Portugis. Dalam perjuangannya, Raden Patah berusaha mengusir Portugis yang telah menduduki Selat Malaka dengan mengutus para pasukannya di bawah kepemimpinan putranya, Pati Unus.
2, Sultan Hasanuddin.
Selanjutnya ada Sultan Hasanuddin yang dikenal dengan julukan Ayam Jantan dari Timur. Sultan Hasanuddin merupakan putra dari Sultan Gowa ke-15, yang lahir pada 12 Januari 1631 di Makassar. Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol sejak kecil. Selain dikenal sebagai sosok yang cerdas, dia juga pandai berdagang. Karena itulah dia memiliki jaringan dagang yang bagus hingga Makassar, bahkan dengan orang asing. Saat memasuki usia 21 tahun, Hasanuddin diamanatkan jabatan urusan pertahanan Gowa. Di masa pemerintahannya, Kerajaan Gowa Tallo mencapai masa kejayaan. Bahkan, Sultan Hasanuddin berhasil melebarkan wilayah kekuasaannya ke berbagai daerah-daerah yang subur, seperti Soppeng, Bone, dan Wajo. Maka tidak heran jika jalur perdagangan Indonesia Timur berada di tangannya.
Hasanuddin dikenal atas perjuangannya melawan VOC Belanda yang melakukan monopoli di wilayah kekuasaannya. Atas kegigihan dan keberaniannya, Sultan Hasanuddin ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1973.
3, Sultan Iskandar Muda.
Sultan Iskandar Muda adalah penguasa Kerajaan Aceh yang memerintah pada tahun 1607 hingga 1636. Dia merupakan putra dari pasangan Mansyur Syah dengan Paduka Syah Alam yang lahir pada 1593. Sultan Iskandar Muda telah menduduki takhta dalam usia yang sangat muda, yaitu di antara 18 hingga 19 tahun.
Ketika Sultan Iskandar Muda mulai berkuasa pada tahun 1607, ia segera melakukan ekspedisi angkatan laut yang menyebabkan ia mendapatkan kontrol yang efektif di daerah barat laut Indonesia. Kendali kerajaan terlaksana dengan lancar di semua pelabuhan penting di pantai barat Sumatra dan di pantai timur, sampai ke Asahan di selatan. Pelayaran penaklukannya dilancarkan sampai jauh ke Penang, di pantai timur Semenanjung Melayu, dan pedagang asing dipaksa untuk tunduk kepadanya. Kerajaannya kaya raya, dan menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Di bawah kekuasaannya, Aceh berada di masa keemasan. Dia berhasil menyatukan bangsa-bangsa Melayu, mulai dari Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, hingga Jawa Barat. Selain itu, Aceh juga menjadi salah satu pusat perdagangan dunia, di mana rempah-rempah menjadi komoditas utama. Iskandar Muda mampu menjalankan negaranya dengan adil di bawah sistem undang undang dan peraturan Negara. Selama 30 tahun masa pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda telah membawa Kerajaan Aceh Darussalam dalam kejayaan. Saat itu, kerajaan ini telah menjadi kerajaan Islam ke 5 terbesar di dunia, setelah kerajaan Islam Maroko, Isfahan, Persia dan Agra. Seluruh wilayah semenanjung Melayu telah disatukan di bawah kerajaannya dan secara ekonomi, Kerajaan Aceh Darussalam telah memiliki hubungan diplomasi perdagangan yang baik secara internasional. Keberhasilannya dalam membangun kekuatan Aceh menjadikan Sultan Iskandar Muda diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
4, Sultan Ageng Tirtayasa.
Berikutnya adalah Sultan Ageng Tirtayasa yang merupakan Sultan Banten ke-6. Dia adalah putra dari Sultan Abdul Ma’ali Ahmad dan Rau Martakusuma, dengan nama kecil Abdul Fatah. Semasa memerintah, sultan ageng Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi.
Di bidang keagamaan, Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti sekaligus penasehat kesultanan. Ia juga memberikan kepercayaan kepada Syekh Yusuf untuk mendidik anak-anaknya tentang agama. Sultan Ageng Tirtayasa melakukan banyak perlawanan terhadap Belanda. Sultan menolak perjanjian monopoli perdagangan yang diajukan VOC dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Perlawanannya membuat Belanda kewalahan sehingga VOC pun harus menggunakan taktiknya. VOC bersekutu dengan salah satu putra Ageng Tirtayasa, Sultan Haji, untuk menyingkirkan ayahnya. Sultan Ageng Tirtayasa pun tertangkap pada tahun 1683 dan dibuang ke Batavia, hingga wafat pada 1692. Pada 1 Agustus 1970, Sultan Ageng Tirtayasa secara resmi dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional.
5, Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerjaaan Islam di nusantara. Sultan Agung Hanyokrokusumo memerintah Kerajaan Mataram pada tahun 1613 hingga 1645.
Semenjak kedatangan Belanda, mereka berdaulat atas Banten. Klaim itu mendesak Sultan Agung untuk melancarkan penaklukan militer sebagai upaya untuk mengambil alih Banten dari pengaruh Belanda.
Pada 1628, Sultan Agung dan pasukan Mataram mulai menyerbu Belanda di Batavia. Tahap awal melawan Batavia terbukti sulit karena kurangnya dukungan logistik untuk pasukan Mataram. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras tersembunyi di Karawang dan Cirebon. Namun pihak Belanda yang menggunakan mata-mata berhasil menemukan dan memusnahkan semuanya. Hal ini menyebabkan pasukan Mataram kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda mereka, sehingga kekuatan pasukan Mataram tersebut sangat lemah ketika mencapai Batavia.
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun 1629. dengan total 14.000 orang prajurit, serangan kedua Sultan Agung ini berhasil membendung dan mengotori sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal Belanda yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.