SEJARAH KERAJAAN DEMAK


 Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak, adalah kerajaan Islam Jawa yang berdiri pada perempat akhir abad ke-15 di Demak. Demak sebelumnya merupakan kadipaten yang tunduk pada Majapahit, yang telah melemah saat itu untuk beberapa tahun sebelum melepaskan diri. Menurut cerita tradisional Jawa yang populer, kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit terakhir.

Demak memainkan peran penting dalam mengakhiri pemerintahan Majapahit, dan penyebaran Islam di Jawa. Sepanjang setengah awal abad ke-16, Demak berada pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Trenggana. Pada masanya, ia melakukan penaklukkan ke pelabuhan-pelabuhan utama di Pulau Jawa, hingga ke pedalaman yang mungkin belum tersentuh Islam. Salah satu pelabuhan yang ditaklukkan Demak adalah Sunda Kelapa, yang pada waktu itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda. Hubungan aliansinya dengan Imperium Portugal sejak 1511, menjadi ancaman bagi Demak. Pada 1527, pasukan dari Demak dan Cirebon, yang dipimpin oleh Fatahillah melancarkan serangan sukses ke Sunda Kelapa yang memukul mundur Portugal dan Sunda. Fatahillah kemudian mengganti nama pelabuhan tersebut menjadi Jayakarta. Di luar Jawa, Demak memiliki kekuasaan atas Jambi dan Palembang di Sumatra bagian timur.

Kerajaan mulai mengalami kemunduran ketika Trenggana terbunuh dalam perang melawan Panarukan pada 1546. Sunan Prawoto kemudian naik takhta menggantikannya, tetapi dibunuh pada tahun 1547, oleh suruhan Arya Panangsang, penguasa Jipang yang ingin menjadi raja Demak. Perang perebutan takhta segera terjadi dan berakhir dengan dibunuhnya Arya Penangsang oleh Joko Tingkir, penguasa Pajang, sebagai hukuman. Joko Tingkir kemudian memindahkan kekuasaan Demak ke Pajang, tempat kekuasaannya. Dengan demikian Kerajaan Demak berakhir dengan didirikannya Kesultanan Pajang.
Toponimi

Demak bermula dari pemukiman yang bernama Bintoro. Pemukiman ini aslinya adalah hutan, yang dibuka oleh Raden Patah setelah ia berguru pada Sunan Ampel dan menjadi menantunya. Di hutan tersebut, terdapat rumput gelagah yang baunya wangi. Karena itu, tempat tersebut juga dikenal dengan nama Glagahwangi.

Ada beberapa usul mengenai asal usul nama Demak. Menurut Poerbatjaraka, namanya berasal dari bahasa Jawa yaitu delemak yang berarti rawa. Menurut Hamka, namanya berasal dari bahasa Arab, yaitu dimak yang berarti mata air atau air mata. Menurut sejarawan lainnya, yaitu Sutjipto Wiryosuparto, namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Kawi yang berarti hadiah atau pusaka.

Asal usul Kerajaan Demak tidak diketahui dengan jelas. Kota Demak tampaknya didirikan pada perempat akhir abad ke-15 oleh seorang Muslim, kemungkinan besar seorang Tionghoa yang bernama "Cek Ko-po". Anaknya mungkin adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya sebut sebagai Rodim.

Cerita tradisional Mataram yang lebih populer menceritakan, bahwa Demak didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit terakhir, Meskipun sejarawan menyatakan bahwa ceritanya tidak dapat dipercaya, mereka menyimpulkan bahwa nenek moyang para penguasa Demak tampaknya merupakan seorang pendatang Muslim asal Tiongkok, yang pertama kali mendarat di Gresik dan kemudian menetap di Demak.

Pada masa kepemimpinan pati unus, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.

trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya, seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran, serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana pada tahun 1527, juga menaklukkan hampir seluruh Pasundan atau Jawa Barat, serta wilayah-wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur seperti Tuban, Madura, Madiun, Surabaya, Pasuruan, Kediri, Malang, dan Blambangan, serta kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa. Trenggana meninggal pada tahun 1546, dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai, yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.

Suksesi raja Demak ketiga tidak berlangsung mulus, terjadi persaingan panas antara Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar, dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya Pangeran Surowiyoto oleh Sunan Prawoto. Peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto dikenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen, yang artinya sekar gugur di sungai. Pada tahun 1546, Trenggana wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggana, sebagai raja Demak keempat, akan tetapi pada tahun 1547, Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh Rungkud, pengikut Pangeran Arya Penangsang, putra Pangeran Surowiyoto. Pangeran Arya Penangsang adalah Adipati Jipang pada waktu itu, Adipati Arya Penangsang adalah murid terkasih dari Sunan Kudus. Diceritakan bahwa Pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, penguasa Jepara atau Kalinyamat (Suami Ratu Kalinyamat). Hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi Pangeran Arya Penangsang, salah satunya adalah menantu Sultan Trenggono Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya.

Puncak dari peristiwa ini Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya anak angkat Joko Tingkir yang tergabung dalam Pasukan Pajang saat menyerang Jipang. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang, maka berakhirlah era Kesultanan Demak. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang atau Kesultanan Pajang.