Sejarah Kerajaan Bedahulu Di Bali



Kerajaan Badahulu atau Bedulu adalah kerajaan kuno di pulau Bali pada abad ke-8 sampai abad ke-14 Masehi, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar Pejeng atau Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali.
Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan dinasti Warmadewa. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu yang menentang ekspansi kerajaan Majapahit pada tahun 1343 pimpinan Gajah Mada, namun berakhir dengan kekalahan Bedulu. Perlawanan Bedulu kemudian benar-benar padam setelah pemberontakan keturunan terakhirnya berhasil dikalahkan tahun 1347 Masehi.


Setelah itu Gajah Mada menempatkan seorang keturunan brahmana dari Jawa bernama Sri Kresna Kepakisan sebagai raja di pulau Bali. Keturunan dinasti Kepakisan inilah yang di kemudian hari menjadi raja-raja di beberapa kerajaan kecil di Pulau Bali.


Nama Pejeng mulai dikenal sejak tahun 1705, melalui laporan naturalis Belanda Georg Everhard Rumphius. Dalam laporan tersebut, Rumphius menyebut keberadaan genderang atau nekara berbahan perunggu yang kemudian hari disebut Bulan Pejeng. Rumphius sendiri belum pernah melihat benda tersebut. Dia mendapat informasi dari orang lain yang menyatakan bahwa di Pejeng ada benda misterius dari perunggu. Benda ini dianggap meteorit dan bidang pukulnya yang bulat dianggap sebagai bulatan roda. Rumphius menulis, benda ini semula tergeletak di tanah, tidak seorang pun yang berani memindahkan karena takut mendapat celaka. 

Inventarisasi kepurbakalaan yang dilakukan Oudheidkundige Dienst atau Jawatan Purbakala Pemerintah Hindia Belanda, yang kemudian diteruskan oleh Balai Kepurbakalaan Indonesia, menemukan kenyataan Desa Pejeng memiliki peninggalan arkeologis yang amat beragam dan tersebar hampir di seluruh pelosok desa. Peninggalan-peninggalan purba dan tulisan-tulisan yang ada membuat para ahli memperkirakan Pejeng adalah pusat Kerajaan Bali Kuno yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kerajaan Bedahulu. Kata pejeng sendiri diduga berasal dari kata pajeng atau payung, karena dari desa inilah raja-raja Bali Kuno memayungi rakyatnya. Ada juga yang menduga berasal dari kata pajang, bahasa Jawa Kuno yang berarti sinar. Bagi tetua di Pejeng, sebelum Pejeng, desa itu disebut Soma Negara, ibu kota Kerajaan Singamandawa.


Bulan Pejeng yang kini disimpan di Pura Penataran Sasih, adalah nekara terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia dengan tinggi 186,5 cm dan garis tengah bidang pukul 160 cm. Nekara bertipe moko ini dalam perkembangan lebih lanjut menjadi model pertama untuk semua jenis moko yang kini banyak dijumpai di wilayah Indonesia lainnya dalam ukuran lebih kecil. Di Indonesia, nekara memiliki nama lokal beragam, seperti bulan untuk menyebut nama nekara dari Pejeng (Bali), tifa guntur (Maluku), makalamau (Sangeang), moko (Alor), kuang (Pulau Pantar), dan wulu (Flores Timur).