Sejarah Kerajaan Gelgel



Kerajaan Gelgel adalah salah satu kerajaan yang pernah didirikan di Pulau Bali. Wilayah kekuasaannya mencakup seluruh Pulau Bali, Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Kerajaan Gelgel menerapkan sistem pemerintahan yang disesuaikan dengan Kerajaan Majapahit. Masyarakatnya terbagi menjadi Bali Hindu dan Bali Aga. Keberhasilan Ekspedisi Majapahit-Bali pada tahun 1343 masehi menempatkan Arya Kutawaringin sebagai Penguasa Wilayah Gelgel. Kerajaan Gelgel berdiri setelah Kyai Klapodiana atau I Gusti Kubontubuh, menjemput dan menghaturkan Istananya kepada Ida Sri Semara Kepakisan pada tahun 1383 masehi, dan berakhir pada masa pemerintahan Ki Agung Maruti setelah diserang oleh pasukan Dewa Agung Jambe 1 pada tahun 1687.


Menurut Babad Dalem, Bali jatuh dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit pada tahun 1343. Setelah itu, Sri Kresna Kepakisan, keturunan seorang brahmana dari Kediri, diangkat sebagai penguasa Bali yang berkedudukan di Samprangan, Gianyar. Namun, Dalem Samprangan yang menggantikan Sri Kresna Kepakisan ternyata bukan pemimpin yang cakap. Para menteri kemudian meminta adik raja, Dalem Ketut untuk mendirikan pusat pemerintahan baru di Gelgel. Sejak itu, Kerajaan Gelgel resmi berdiri pada 1383, dengan Dalem Ketut sebagai raja pertama, kemudian mengunjungi Majapahit dan menerima pusaka sakti dari raja Hayam Wuruk. Setelah beberapa saat kerajaan Majapahit jatuh ke dalam kekacauan dan lenyap, meninggalkan Dalem Ketut dan kerajaan Bali-nya sebagai pewaris budaya Hindu-Jawa.


Dalem Ketut digantikan oleh putra mahkotanya, yang bergelar Dalem Waturenggong pada tahun 1458. Ketika Dalem Waturenggong berkuasa, Kerajaan Majapahit runtuh. Dengan begitu, status Kerajaan Gelgel bukan lagi sebagai negeri bawahan. Setelah itu, kerajaan berhasil mencapai masa keemasan, karena rajanya segera memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Lombok, Sumbawa, dan sebagian Jawa Timur. Dalam bidang keagamaan, pada masa ini datang pendeta Hindu dari Jawa bernama Danghyang Nitartha. Sosok pendeta inilah yang membawa pembaharuan bagi kehidupan keagamaan Hindu di Bali.


Menurut sumber-sumber pribumi dan Belanda, pertempuran internal pecah pada tahun 1651, setelah kematian seorang penguasa Gelgel, dan masalah-masalah internal berlanjut selama dekade-dekade berikutnya. Menteri kerajaan Anglurah Agung menetapkan dirinya sebagai penguasa Gelgel dari tahun 1665, tetapi menghadapi tentangan dari berbagai sudut. Akhirnya pada 1686, Anglurah Agung gugur dalam pertempuran melawan bangsawan Batulepang. Setelah peristiwa ini, seorang keturunan dari garis kerajaan lama yang disebut Dewa Agung Jambe, mengukuhkan dirinya sebagai penguasa atas yang baru, dengan kedudukannya di Klungkung Semarapura.


Kerajaan Klungkung bertahan hingga abad ke-20. Namun, kerajaan baru tidak mampu mengumpulkan kelompok elit di Bali seperti yang dilakukan Gelgel. Para penguasa Dewa Agung Klungkung tetap memegang jabatan sebagai raja tertinggi, tetapi pada kenyataannya pulau itu terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil yaitu Karangasem, Sukawati, Buleleng, Tabanan, Badung, dan lainnya. Situasi fragmentasi politik ini berlanjut hingga penaklukan kolonial Belanda antara tahun 1849 dan 1908. Dengan pindahnya kursi kerajaan, Gelgel sendiri berubah menjadi desa yang dikelola oleh cabang sampingan dari dinasti Dewa Agung. Sekitar tahun 1730, penguasa Gelgel saat itu diserang dan dibunuh oleh tiga pangeran Karangasem, yang ayahnya telah ia bunuh.
Pada tahun 1908, selama intervensi Belanda di Bali, penguasa lokal menyerang pasukan tentara kolonial Belanda, yang merupakan katalis untuk puputan dari Istana Klungkung, di mana dinasti kerajaan dan para pengikutnya melakukan serangan bunuh diri terhadap pasukan Belanda yang bersenjata lengkap.


Kekuasaan dari Kerajaan Gelgel mengalami kemunduran setelah mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Perebutan wilayah oleh kerajaan-kerajaan di luar Pulau Bali membuat kerajaan-kerajaan yang berada dalam pengaruh Kerajaan Gelgel mulai memisahkan diri. Setelah Dalem Seganing mulai berkuasa pada tahun 1605, satu per satu wilayah Kerajaan Gelgel diserang dan direbut oleh kerajaan lain. Kerajaan Blambangan yang menjadi bawahan dari Kerajaan Gelgel diserang oleh Kesultanan Mataram. Selain itu, Kesultanan Gowa juga merebut Pulau Sumba pada tahun 1633, dan menyerang Pulau Lombok pada tahun 1640.


Pada tahun 1651, pejabat pemerintahan Ki Agung Maruti memberontak dan merebut kekuasaan di Kerajaan Gelgel. Raja Dalem Di Made bersama para bangsawan lain yang mendukungnya, mengungsi ke desa Guliang. Pada tahun 1686, Dewa Agung Jambe menyerang Maruti. Pada tahun 1687, Maruti dikalahkan, dan Dewa Agung Jambe kemudian mendirikan Kerajaan Klungkung dengan pusat pemerintahannya berada di Klungkung.