CANDI PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT


 


Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha yang didirikan Raden Wijaya pada tahun 1293 yang termasuk kerajaan terbesar dan terluas di Indonesia pada abad ke 13 sampai abad 16. Raden Wijaya sendiri berstatus sebagai menantu raja terakhir Singasari yang bernama Kertanegara.

Eksistensi Majapahit pada masa lalu begitu luas, bahkan hampir menguasai seluruh wilayah Nusantara. Kemegahan Majapahit pada masa lalu membuat kerajaan ini meninggalkan berbagai peninggalan, mulai dari candi, prasasti, hingga kitab-kitab. Peninggalan-peninggalan kerajaan Majapahit tersebar di berbagai tempat, khususnya di wilayah Mojokerto, Jawa Timur.

1, Candi brahu.

merupakan salah satu candi yang terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Tepatnya, candi ini berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, atau sekitar dua kilometer ke arah utara dari jalan raya Mojokerto Jombang.

Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu. Candi Brahu dibangun dengan batu bata merah, menghadap ke arah barat, dengan panjang sekitar 22,5 meter, lebar 18 meter, dan berketinggian 20 meter.

Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha. Diperkirakan, candi ini didirikan pada abad ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan bahwa candi ini berusia jauh lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan.

disebutkan oleh empu sendok, candi Brahu merupakan tempat pembakaran jenazah raja-raja. Akan tetapi, dalam penelitian tak ada satu pakar pun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Hal ini diverifikasi setelah dilakukan pemugaran candi pada tahun 1990 hingga 1995.

2, Candi Penataran.

Candi Penataran atau nama aslinya adalah Candi Palah, adalah sebuah gugusan candi bersifat keagamaan Hindu Siwaitis yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi, diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar tahun 1200 Masehi, dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.

Dalam kitab Desawarnana atau Nagarakretagama yang ditulis pada tahun 1365, Candi ini disebut sebagai bangunan suci Palah, yang dikunjungi Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan kerajaan bertamasya keliling Jawa Timur.

Maksud pembangunan adalah sebagai candi gunung, untuk tempat upacara pemujaan agar dapat menangkal atau menghindar dari mara bahaya, akibat Gunung Kelud yang sering meletus dan merusak kawasan pemukiman dan pertanian.

3, Candi Tikus.

Candi Tikus adalah sebuah peninggalan dari kerajaan yang bercorak Hindu yang terletak di Kompleks Trowulan, tepatnya di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Nama ‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat Candi tersebut berada merupakan sarang tikus. Di sana pemandangannya sangat bagus. Bentuk Candi Tikus yang mirip sebuah petirtaan mengundang perdebatan di kalangan pakar sejarah dan arkeologi mengenai fungsinya. Sebagian pakar berpendapat bahwa candi ini merupakan tempat pemandian keluarga raja, tetapi sebagian pakar yang lain berpendapat bahwa bangunan tersebut merupakan tempat penampungan dan penyaluran air untuk keperluan penduduk Trowulan. Namun, menaranya yang berbentuk meru menimbulkan dugaan bahwa bangunan candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan.

Bangunan Candi Tikus menyerupai sebuah kolam dengan beberapa bangunan di dalamnya. Hampir seluruh bangunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 29,5 meter × 28,25 meter ini terbuat dari batu bata merah. Yang menarik, adalah letaknya yang lebih rendah sekitar 3,5 meter dari permukaan tanah sekitarnya. Di permukaan paling atas terdapat selasar selebar sekitar 75 cm yang mengelilingi bangunan. Di sisi dalam, turun sekitar 1 meter, terdapat selasar yang lebih lebar mengelilingi tepi kolam. Pintu masuk ke candi terdapat di sisi utara, berupa tangga selebar 3,5 meter menuju ke dasar kolam.

4, Candi Sukuh.

Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi Hindu yang secara administrasi terletak di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya, yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir.

Kesan kesederhanaan ini menarik perhatian arkeolog Belanda, pada tahun 1930. Ia mencoba menjelaskannya dengan memberikan tiga argumen. Pertama, kemungkinan pemahat candi Sukuh bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan dari kalangan keraton. Kedua, candi dibuat dengan agak tergesa-gesa sehingga kurang rapi. Ketiga, keadaan politik kala itu dengan menjelang keruntuhan Majapahit, tidak memungkinkan untuk membuat candi yang besar dan megah.

Para pengunjung yang memasuki pintu utama lalu memasuki gapura terbesar akan melihat bentuk arsitektur khas bahwa ini tidak disusun tegak lurus namun agak miring, berbentuk trapesium dengan atap di atasnya.

Batu-batuan di candi ini berwarna agak kemerahan, sebab batu-batu yang dipakai adalah jenis andesit.

5, Candi Cetho.

Candi Cetho merupakan candi bercorak agama Hindu yang diduga kuat dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit. Lokasi candi berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1496 meter di atas permukaan laut, dan secara administratif berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Kompleks candi digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa/Kejawen.

Ketika ditemukan, keadaan candi ini merupakan reruntuhan batu pada 14 punden bertingkat, memanjang dari barat ke timur, meskipun pada saat ini tinggal 13 teras, dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Strukturnya yang berteras-teras memunculkan dugaan akan sinkretisme kultur asli nusantara dengan Hinduisme. Dugaan ini diperkuat oleh aspek ikonografi. Bentuk tubuh manusia pada relief-relief menyerupai wayang kulit, dengan wajah tampak samping tetapi tubuh cenderung tampak depan. Penggambaran serupa, yang menunjukkan ciri periode sejarah Hindu-Buddha akhir, ditemukan di Candi Sukuh.